Senin, 31 Maret 2014

monggo monggo Asal Mula diselenggarakannya April Mop -lamasekaliperginya -lamasekaliperginya


April Mop atau yang lebih popular dengan sebutan April Fools Day merupakan hari libur resmi yang biasanya dirayakan setiap tanggal 1 April di setiap tahunnya. Meskipun hari tersebut memang bukanlah hari libur nasional, tapi secara luas masyarakat dunia selalu merayakan hari tersebut untuk membuat sebuah lelucon praktis atau juga hoax hingga disebut dengan April Mop. Ada banyak pula perusahaan yang ikut meramaikan April Mop ini seperti yang juga pernah diselenggarakan oleh BBC yang terkenal dengan sebutan "spaghetti trees".

Pada masa yang telah lalu, April Mop awalnya merupakan bagian dari festival Hilaria yang dilakukan oleh bangsa Romawi, yang selalu diadakan setiap tanggal 25 Maret, juga Medieval Feast of Fools, yang diselenggarakan setiap tanggal 28 Desember di negara-negara yang memakai bahasa Spanyol sebagai bahasa resminya.



Pada masa Abad Pertengahan, hingga sekitar akhir abad ke-18, perayaan Tahun Baru biasanya dirayakan hingga tanggal 25 Maret, dan kebanyakan dirayakan di sebagian besar kota di Eropa. Tapi di beberapa daerah di negara Perancis, perayaan Tahun baru ini biasanya berakhir di tanggal 1 April. Banyak tulisan yang juga menunjukkan bahwa April Mop ini sebenarnya dilakukan oleh mereka yang melakukan perayaan Tahun Baru dimana berakhir pada tanggal 1 April dengan maksud untuk mengolok-olok mereka yang mengakhiri perayaan Tahun Baru di hari-hari sebelumnya. Penetapan tanggal 1 Januari sebagai hari untuk merayakan Tahun Baru itu mulai umum dilakukan oleh masyarakat Perancis pada sekitar pertengahan abad ke-16, setelah tanggal ini sebelumnya juga diadopsi secara resmi oleh Edict of Roussillon pada tahun 1564.

Sabtu, 29 Maret 2014

monggo monggo Inilah Jembatan tempat Anjing 'mengakhiri' hidupnya -lamasekaliperginya -lamasekaliperginya


Dari sekian banyak berita, Anda mungkin pernah mendengar tentang sebuah jembatan misterius tempat dimana banyak anjing yang melakukan bunuh diri dengan terjun dari atas jembatan tersebut. Tapi yang pasti, sampai saat ini jumlah anjing yang telah melakukan 'aksi' bunuh diri tersebut memang terlalu dibesar-besarkan.

Sepintas memang terlihat tak ada yang aneh dengan sebuah jembatan indah yang terletak di West Dunbartonshire, Skotlandia. Hanya saja kini cerita yang berbau supranatural yang melekat pada keberadaan jembatan tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan beberapa aksi yang dilakukan oleh sejumlah anjing untuk 'terjun bebas' dari atas jembatan tersebut dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir. Dari sejumlah klaim yang tercatat menyebutkan bahwa ada sekitar 50 ekor anjing telah terjun dari atas jembatan hingga berakibat kematiannya. Memang ada pula beberapa ekor anjing yang tidak langsung mati setelah terjun dari atas jembatan tersebut, tapi anjing-anjing ini pun akhirnya terpaksa harus menerima suntik mati alias 'euthanasia' akibat luka-luka yang dideritanya terlalu parah untuk bisa disembuhkan.

Spekulasi dan rumor pun akhirnya berkembang di masyarakat setempat, terutama hal-hal yang berkaitan dengan supranatural dan semacamnya, hingga akhirnya berkembang menjadi cerita yang seperti terlalu dibesar-besarkan.


Tapi sebenarnya memang tak ada yang aneh dengan jembatan tersebut. Bahkan seorang spesialis perilaku hewan akhirnya memutuskan untuk menguji fenomena yang ditimbulkan oleh jembatan tersebut dengan menyaksikannya langsung apa yang menjadi kehebohan di dunia tersebut. Spesialis tersebut pun akhirnya berhasil menyelamatkan seekor anjing yang nyaris 'terjun bebas' dari atas jembatan tersebut.
 
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh spesialis tersebut akhirnya menyimpulkan bahwa anjing-anjing yang terjun hingga akhirnya menemui kematiannya tersebut lebih disebabkan dari reaksi bau yang kuat yang ditimbulkan dari bagian bawah jembatan tersebut. Bebauan yang ditimbulkan membuat anjing-anjing yang melintas di jembatan tersebut akhirnya tanpa berpikir panjang langsung terjun untuk segera mendapatkan asal bau yang sangat mungkin menggairahkan bagi seekor anjing. Hal ini bisa terjadi mengingat tak mungkin ada dorongan bagi anjing untuk melakukan bunuh diri dengan sengaja, apalagi tanpa perencanaan serta alasan yang mendasarinya.

Selain itu disebutkan pula soal jumlah kematian yang cenderung dibesar-besarkan, dan laporan sketis yang dilakukan oleh surat kabar akhirnya membuat cerita ini cenderung menjadi sebuah legenda di kalangan masyarakat setempat. Ini bisa terjadi karena tak ada bukti kuat yang bisa mendukung seberapa banyak jumlah anjing yang telah mati akibat aksi terjun dari atas jembatan tersebut ketika melintasinya.

Senin, 24 Maret 2014

monggo monggo Barbie Girl yang Terlahir sebagai Pria -lamasekaliperginya -lamasekaliperginya


Terlahir sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang sempurna seringkali tidaklah disyukuri oleh manusia itu sendiri. Seiring kian maraknya tren operasi plastik di masa modern seperti sekarang ini, memiliki penampilan asli dan sempurna kian tak lagi berharga di mata sebagian manusia.

Memiliki fisik sempurna seperti yang dianugerahkan oleh Tuhan tampaknya memang tak memuaskan dirinya. Katella Dash, yang dalam kesehariannya menjalani profesi sebagai seorang terapis pijat berusia 38 tahun asal Minneapolis, Amerika Serikat, menyatakan bahwa hingga saat ini dirinya telah menghabiskan dana sekitar $ 99.000 (sekitar Rp.1 Milyar lebih) hanya untuk berusaha tampil sepalsu mungkin.

Walaupun dirinya dilahirkan sebagai seorang lelaki alias pria, dia mengaku bahwa dirinya memiliki perasaan yang lebih feminim dari seorang wanita sekalipun. hal itulah yang akhirnya menyebabkan dia memutuskan untuk menjalani serangkaian operasi pergantian kelamin di usianya yang ke 23 tahun di Thailand. Dan obsesinya terhadap plastik menjadikan dirinya ingin tampil berkilau layaknya boneka plastik yang hidup.

Dash mengaku bahwa dia menghabiskan waktu sekitar 3 jam sehari untuk menata rambutnya dan berias. Hingga saat ini Dash telah melakukan berbagai operasi plastik di berbagai bagian tubuhnya. Tapi dari semuanya itu, Dash lebih memfokuskan diri pada ukuran payudaranya yang kini telah mencapai ukuran H. "Saat ini, satu-satunya hal yang menghentikan saya untuk bisa mencapai ukuran L atau M adalah bahwa tidak ada lagi ahli bedah di Amerika Serikat yang bersedia untuk mengoperasi saya," katanya pada harian Daily Mail. "Satu-satunya pilihan bagi saya adalah pergi ke luar negeri untuk bisa mencapai ukuran yang saya mau."
Dr. Greg Mesna yang menangani Dash sebelumnya telah memperingatkan Dash untuk bahaya yang harus dihadapinya jika melakukan penambahan ukuran payudaranya yang telah terbilang sangat besar itu. "Implan yang sangat besar dapat mengikis jaringan yang ada dan menjadikannya  terbuka," demikian penjelasannya pada Daily Mail.

Tapi tampaknya peringatak dari dokter itu tak akan di pedulikan oleh Dash. "Saya tidak khawatir mengenai konsekuensi atau komplikasi yang mungkin akan timbul, bahkan saya juga tahu resikonya bagi kesehatan saya. Saya hanya ingin memiliki payudara yang lebih besar lagi."

Obsesi untuk menjadi seorang boneka hidup memang tak hanya dimilik oleh Dash. Sebelumnya ada beberapa kasus yang terjadi seperti yang dialami oleh Valeria Lukyanova, seorang model asal Ukraina yang telah lebih dahulu dikenal dunia sebagai boneka Barbie hidup [baca: Diet Ekstrim ala Valeria Lukyanova]. Selain itu ada pula Justin Jedlica, pria berusia 32 tahun asal New York yang terobsesi menjadi Kent Clark, sang Superman.











Senin, 10 Maret 2014

monggo monggo Saat Cinta tak dapat Terhapus oleh Maut -lamasekaliperginya -lamasekaliperginya


Rasanya sudah tak asing bila mendengar potongan kalimat cinta "..hingga maut memisahkan.." Tapi apa yang telah dilakukan oleh lelaki tua ini ternyata membuktikan bahwa cinta itu bisa tetap hidup walau maut telah memisahkan dia dengan pasangan hidupnya.

Terhitung sudah lebih dari 4.000 hari lamanya sejak dia ditinggal mati oleh istri tercintanya. Dan semenjak hari kematian istrinya tersebut, lelaki tua ini masih tetap setia mengunjungi makam istrinya ... bahkan setiap hari.

Chan Yung Tong, demikian nama lelaki tua in yang meski usianya sudah lebih dari 80 tahun, tapi cintanya tak pernah habis termakan oleh usia. Mungkin hanya rerumputan yang telah menjadi rata dengan tanah pemakaman Royal Oak yang membuktikannya, tempat dimana dia selalu berdiri di tempat yang sama di samping makam istrinya setiap hari, tepat seperti janjinya saat kematian istrinya itu di tahun 2001 silam.

"Saya datang ke sini setiap hari," demikian kata lelaki tua ini, sambil bersandar dengan tongkatnya ke atas bukit ke taman pemakaman. Dia memang selalu rutin datang ke pemakaman ini, kecuali beberapa kali itu pun dikarenakan ia sakit atau saat ia tidak berhasil mendapatkan bus yang mau membawanya dari Esquimalt.

Mengapa?

"Karena aku mencintainya."

Memang pada awalnya tidaklah sesederhana itu. Chan dan Katima Amy Ismail sebelumnya memang tidak pernah membayangkan akhir dari pertemuan yang terjadi di antara mereka saat keduanya masih bekerja di sebuah perusahaan pelayaran Hong Kong di tahun 1957.

Latar belakang mereka berdua pun jelas berbeda. Katima saat itu merupakan sekretaris kesayangan sang boss, sementara Chan merupakan pekerja serabutan, atau tepatnya sebagai tukang membersihkan parit. Katima merupakan seorang muslim, keturunan seorang pria asal India yang bekerja di Angkatan Darat kerajaan Inggris saat terjadi Perang Candu saat itu. [Chan tidak berpindah keyakinan, meski hingga kini ia tak pernah lagi makan daging babi].


Pada suatu hari, ketika Chan tengah membaca sebuah surat kabar, ia menyatakan ketertarikannya untuk menonton sebuah film di bioskop setempat. Tak disangka, ternyata Katima pun memiliki minat yang sama untuk menonton film tersebut. Akhirnya mereka berdua pun sepakat berangkat bersama, meski kala itu Katima mengaku sempat terkejut ketika diminta untuk membayar sendiri tiketnya seharga $2,40 (sekitar Rp.25.000)

Sejak saat itu, hubungan keduanya menjadi semakin dekat, bahkan sebulan kemudian keduanya mulai berani saling berpegangan tangan. Tapi itu pun terjadi karena keduanya saat itu berjalan di sebuah trotoar yang licin terkena air hujan, hingga Katima akhirnya memberanikan diri untuk memegang tangan Chan agar dirinya tak terjatuh. Selanjutnya mereka sepakat untuk menikah pada 11 Maret 1959.

Sayang, sebuah operasi (yang tak dijelaskan sebabnya) yang pernah dijalani sebelumnya oleh Katima membuatnya tak bisa mendapatkan keturunan. Tapi kenyataan itu pun ternyata tak merubah rasa cinta di antara keduanya. Keduanya malah saling mengisi kekosongan di antara mereka dengan melakukan perjalanan berkeliling Eropa, Asia serta serangkaian perjalanan lainnya ke Victoria, di mana Chan memang memiliki seorang adik perempuan yang tinggal disana. Lalu saat Chan akhirnya memutuskan untuk pindah dan menetap di Kanada, awalnya Katima memang menolak dengan alasan dia tidak suka tempat yang berhawa dingin, tapi dengan kesetiaannya yang luar biasa ia tetap mau mengikuti langkah Chan untuk pindah ke Kanada.

Jauh dari keluarga serta kampung halaman, mungkin itu pula yang menjadikan keduanya bagai tak lagi dapat terpisahkan, hingga akhirnya maut menjemput Katima pada tanggal 6 Oktober 2001, hari dimana jantung Katima akhirnya berhenti berdetak. Di saat-saat terakhirnya di Rumah Sakit Royal Jubilee, Chan sempat bertanya pada Fatima sesaat sebelum meninggal, "Kamu membenci saya?" Tapi Katima menggeleng, tidak. "Kamu mencintaiku?" dan dijawab dengan sebuah anggukan oleh Katima, ya.

"Ketika dia meninggal, saya masih menggenggam tangannya," kata Chan sambil menarik-narik topi hijaunya. "Saya masih selalu merindukan kehadirannya."

Chan sebenarnya adalah seorang pribadi yang agak tertutup. Dia enggan untuk selalu terus menceritakan kisah hidup yang pernah dijalaninya. Kebiasaanya setiap hari berkunjung ke makam istrinya rupanya sudah tak lagi asing bagi pekerja di pemakaman tersebut. Demikian juga dengan sopir bus yang biasa melayani rute no.6, rute bus yang selalu ditumpangi Chan untuk bisa sampai di pemakaman tersebut.

Cedera akibat terjatuh pun sudah tak lagi asing bagi Chan. Sudah sekitar tiga kali ia terjatuh dalam dua musim dingin terakhir, ketika ia harus menempuh jarak sekitar setengah jam berjalan kaki dari halte bus ke pemakaman istrinya itu. Meski terus bertambah usia, Chan menyatakan bahwa ia hanya takut sakit, karena kini tak ada lagi yang mempedulikannya, tapi ia tak takut menghadapi kematian bila datang menjemputnya kelak.

Chan mungkin berharap bisa berkumpul kembali dengan Katima, seorang wanita yang tak pernah mengeluh tentang apapun juga. Atau mungkin memang selama ini pun keduanya memang tak pernah terpisahkan. Seorang pengunjung pemakaman bercerita bahwa ia sempat melihat ada seorang wanita yang tengah berdiri menyertai Chan di samping makam istrinya itu.

Ketika ditanya apakah ia memiliki saran bagi mereka yang masih lebih beruntung karena memiliki pasangan yang masih hidup, Chan hanya menjawab, "Berlakulah baik, selalu jujur dan selalu saling menghormati."

Kehidupan manusia memang pasti akan berakhir, tapi cinta sejati akan selalu hidup selamanya.

Kamis, 06 Maret 2014

monggo monggo Kisah Memilukan Penulis Novel Romantis -lamasekaliperginya -lamasekaliperginya


Jika Anda sangat menggemari film-film drama, pastinya sudah tak asing dengan film-film seperti 'Sense and Sensibility' atau 'Pride and Prejudice', yang merupakan hasil adaptasi dari novel yang berjudul sama karya penulis Jane Austen.
Dikenal sebagai penulis novel fiksi romantis, Jane Austen, lahir pada tanggal 16 Desember 1775 di lingkungan sebuah keluarga bangsawan Inggris. Ayahnya, George Austen dan ibunya, Cassandra, merupakan keturunan dari keluarga produsen wol, yang akhirnya dikenal juga sebagai tuan tanah pada masanya.

Lahir di sebuah keluarga besar, Jane memiliki enam saudara lelaki dan seorang saudari wanita yang akhirnya juga menjadi sahabat terdekat bagi Jane hingga akhir hayatnya. Ironisnya, meski terlahir di sebuah keluarga bengsawan, Jane tak pernah merasakan kehidupan pernikahan selama hidupnya. Dan seperti halnya Jane, Cassandra, demikian nama adik wanita Jane, ia juga tidak pernah menikah.

Sejak remaja, selain selalu ditekankan budaya bangsawan dalam pendidikan yang diterimanya, Jane juga sudah mulai memperlihatkan bakatnya dalam menulis. 'Lady Susan' merupakan sebuah fiksi pendek hasil karyanya.

Di sekitar usia dua puluh, Jane sempat bertemu dengan seorang lelaki yang bernama Tom Lefroy, yang merupakan keponakan dari tetangganya. Kala itu Tom tengah berlibur selama sebulan dan kedekatan keduanya mulai beralih menjadi suatu percintaan.

Sayang, status ekonomi Tom yang saat itu masih bergantung pada pamannya di Irlandia untuk bisa menyelesaikan karirnya di bidang hukum, dinilai tak memungkinkan bagi keduanya untuk membina suatu hubungan lebih jauh lagi.


Tom dan Jane pun akhirnya tak pernah lagi bertemu karena keduanya selalu dijauhkan, meski sesekali Tom masih berkunjung ke rumah pamannya tersebut. [Hubungan asmara yang terjalin antara Tom dan Jane akhirnya sempat ditungkan dalam sebuah film berjudul Becoming Jane karya Julian Jarrold pada tahun 2007.]

Di bulan Desember 1800, ayah Jane, George, memutuskan untuk pensiun dari pekerjaannya di pemerintahan, dan hal itu cukup berdampak pada sisi ekonomi keluarga tersebut.

Dua tahun kemudian, tepatnya di bulan Desember 1802, Jane bertemu dengan teman-teman lamanya. Dari pertemuan itu, akhirnya Jane diperkenalkan pada seorang yang bernama Harris Bigg-Wither, yang merupakan lulusan Oxford dan juga berasal dari keluarga bangsawan. Jane akhirnya setuju untuk menerima Harris dalam suatu pernikahan.

Sosok Harris memang tampak hanya seperti lelaki biasa, yang tak banyak berbicara, juga gagap dalam bertutur, agresif dalam percakapan serta terlihat jelas tak bijaksana. Tapi di sisi lain, menikah dengan Harris, bisa membuat kehidupan masa tua orang tua Jane lebih terjamin, selain juga pastinya bisa mencukupi kebutuhan kakak dan adik tercintanya juga.

Namun keputusan Jane untuk mau menikah ini hanya bertahan sehari saja. Keesokan harinya Jane menyadari bahwa dia telah membuat suatu kesalahan hingga menarik kembali ucapannya untuk menikah dengan Harris. Tak pernah ada surat ataupun catatan resmi di buku hariannya mengenai alasan Jane untuk membatalkan pernikahannya kali ini.

Hingga akhirnya menderita sakit dan meninggal di usianya yang ke 41 tahun, Jane Austen yang melalui karya-karyanya telah diakui dunia sebagai sastrawan fiksi romantis terkemuka tak pernah merasakan kehidupan cinta yang nyata dalam suatu pernikahan.